Label

Sabtu, 30 Oktober 2010

Mengapa Hiburan?

    Oleh: Luthfi Aziz
    Manusia pada abad modern ditandai dengan berbagai kompleksitas kehidupan sebagai akibat dari the advance of knowledge and technology. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu menyertai kehidupan manusia sejak terbangun dari tidur pada jam 4-5 tepat dengan alarm yang terdapat pada jam, HP, komputer, dan sebagainya. Selanjutnya dalam seharian penuh manusia pada abad sekarang juga akan ditemani dengan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya tata sosial masyarakat yang membentuk organisasi-organisasi yang berragam, merupakan hasil dari sains sosial modern, peralatan-peralatan yang digunakan meliputi komunikasi yang sekarang menemui momentum terbesarnya dalam sejarah kemanusiaan, transportasi, kesehatam, dan sebagainya.
    Selisih waktu dan perbedaan ruang secara fisik tidak menampakkan persoalan yang serius dalam ruang-ruang sosial, namun jika kita melihat esensi dalam ruang-ruang sosial yang berkembang dalam millenium ini, kita akan melihat lagi kemiskinan manusia akan kebutuhan batin yang terpenuhi. Kita bisa mengilustrasikan kehidupan manusia modern yang ditata atau tepatnya "diatur" dengan satu perangkat utama berupa logika atau rasionalitas di dalam merespon segala hal. Bahkan sebagian dari aturan itu dilembagakan menjadi hukum-hukum yang harus diikuti oleh seluruh masyarakat. Namun di antara sekian banyak aturan yang ada dan terutama sangat dipengaruhi oleh hukum posifistik, maka kita bisa melihat betapa manusia modern "memerlakukan dirinya sendiri sebagai mesin".
    Tentu saja kehidupan masyarakat yang mekanistik ini tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu puncak kesadaran kemanusiaan pada abad ini sesudah puncak kesadaran spiritual-religius pada abad-abad sebelumnya. Setidaknya kesadaran sejarah kita akan menunjukkan kepada kita bahwa kira-kira 10-15 abad yang lalu kesadaran manusia menciptakan masyarakat yang didasarkan pada unsur-unsur spiritualistik-religius. Namun sesudah terkikisnya kesadaran religiusitas-spiritualistik oleh logika-rasionalitas, walaupun tidak sepenuhnya kita bisa mengatakan bahwa kesadaran religiusitas-spiritualistik tersebut telah habis tertelan, namun kita akan melihat bahwa alam kesadaran yang menyipta masyarakat pada masa sekarang sangat berbeda yang diatur oleh mekanisme "logika-rasionalitas".
   Nah, ditengah kegundahan batin yang tidak terpenuhi kebutuhannya untuk bisa mengenyam nilai-nilai dan unsur-unsur yang masuk dalam "alam sadar kemanusiaan yang bersifat religiusitas-spiritualistik" inilah logika-rasionalitas sebagai instrumen utamanya menunjukkan suatu kesadaran baru yang dianggap bisa memenuhi kebutuhan batiniah tersebut. Lebih dari itu, alam yang bersifat metafisis dari "religiusitas-spiritualistik" ini kemudian didekati dengan ilmu psikologi untuk mengenali beberapa gejala psikologi manusia modern.
   Sebagian dari komponen batin adalah rasa aman, rasa cinta, rasa sayang, dan rasa-rasa yang bersifat batiniyah lainnya. Ilmu psikologi mengatakan bahwa semua itu bisa dipenuhi manusia melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, semua hal tersebut harus dipenuhi baik secara hakiki maupun secara nisbi. Jika manusia mampu memenuhi kebutuhan hal-hal tersebut maka bisa dipastikan bahwa pemenuhannya tidak tergantikan dengan apapun lainnya. Namun jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka setidaknya pemenuhan secara nisbi sedikit banyak dianggap sebagai solusi dari kebutuhan-kebutuhan batin tadi.
   Jika pada abad di mana "religiusitas-spiritualistik" berada pada puncaknya mampu menyiptakan secara jama'ah-jama'ah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan batin tersebut dengan instrumen "kesadaran religiusitas-spiritualistik", namun  pada abad modern sekarang ini kita akan dihadapkan pada mekanisme "pengerahan dan pengarahan bagaimana seharusnya manusia memenuhi kebutuhan batinnya". Lalu instrumen apa yang digunakan? tentu saja "logika-rasionalitas"lah yang menjadi penggerak alam kesadaran manusia modern. Penerimaan rasa aman atau rasa cinta misalnya akan ditentukan dengan mekanisme "logika-rasionalitas" ini.
  Rasa aman, rasa nyaman, rasa cinta, rasa sayang, dan rasa-rasa batiniyah lainnya mendadak menjadi sesuatu yang bersifat materiil dan logika masyarakat membangun kesadaran bersama yang bersifat empiristik material. Walaupun ada pertanyaan apakah rasa aman, rasa nyaman, rasa cinta, rasa sayang dan rasa batiniyah lainnya apakah bersifat material atau spiritual, namun hal ini tidak lagi menjadi penting akibat kuatnya desakan "logika-rasionalitas" yang membangun alam kesadaran masyarakat.
   Sebagai ibrah lagi bahwa alam kesadaran masyarakat modern sekarang ini ditentukan oleh mekanisme "logika-rasionalitas" adalah rasa aman yang dimanifestasikan dengan jaminan kesehatan diri dan keluarga, sehingga muncullah asuransi kesehatan yang harus dimiliki oleh setiap orang agar kesehatannya bisa terjamin. Rasa aman lainnya dengan adanya beberapa petugas keamanan yang menjaga keamanan anggota masyarakat lainnya, dan sebagainya yang intinya rasa aman kemudian menjadi "memateri" dan berdasarkan "logika-rasionalitas".
   Nah, dunia hiburan bagi manusia modern merupakan produk kebudayaan modern yang diciptakan juga oleh "logika-rasionalitas" yang bahwa jika salah satu atau sebagian dari kebutuhan manusia tidak terpenuhi maka dia akan dan harus memenuhinya secara nisbi. Dalam bahasa lainnya bisa dikatakan pelampiasan manusia atas tidak terpenuhinya kebutuhannya.
   Dunia hiburan pada abad modern tentu saja lebih modern dan kompleks dari pada dunia hiburan pada masa-masa sebelumnya. Rincian tugas hiburan modern dalam skema kehidupan masyarakat modern sangat berbeda daripada sebelumnya. Sebisa mungkin "logika-rasionalias" manusia yang universal harus terjawab melalui tampilan-tampilan dunia hiburan modern. Bisa dikatakan dunia hiburan tiada lain adalah tiruan dari mekanisme kemanusiaan modern itu sendiri.
  Bagaimanapun dunia hiburan akan tetap ada selama ada yang menganggap bahwa dunia hiburan adalah jawaban dari "kegersangan batin" akan unsur-unsur hakiki dalam dunia kebatinan manusia. Namun di balik semua itu dunia hiburan sebagai salah satu produk kebudayaan modern juga memiliki peranan yang sama dengan instrumen kemanusiaan yang lainnya untuk membudayakan kebudayaan yang secara mayoritas diterima oleh masyarakat.
  Sebagai kalimat terakhir jika ada pertanyaan "mau dibawa kemanusiaan modern dibawa oleh kebudayaan hiburan?" maka jawabannya berpulang lagi pada individu-individu dalam masyarakat. Apapun itu tujuan dari setiap individu yang meresponnya secara aktif atau pun pasif.
   Semoga catatan kecil ini bermanfaat.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Tafsir Mimpi Nabi Yusuf dan Ekonomi Islam

M. Fathoni Mahsun

Dengan kemampuannya mena'birkan mimpi Sang Raja (Qitfirul Aziz), Yusuf  akhirnya dibebaskan dari penjara. Latar belakang dipenjaranya Yusuf adalah karena ia dituduh melakukan pelecehan seksual pada Zulayha, Sang permaisuri (Yusuf 33-35). Bagaimanakah mimpi Sang Raja? Kita akan buka kembali kisahnya yang tertuang dalam al-Qur'an surat Yusuf.Ketika itu Raja sedang gelisah dikarenakan sebuah mimpi. Tidak seperti biasanya, mimpi ini begitu membekas di dalam hatinya. Semenjak bangun tidur hingga beberapa saat setelahnya, masih saja mimpi itu terkenang. Dia dibuatnya tidak enak makan dan tidak enak tidur. Karena terus bertanya-tanya, "apa gerangan terjemahan mimpi itu, hingga mengganggu benak saya?" Tak kuasa menahan kegelisahan seorang diri, akhirnya dia mengumpukan penggawa-penggawanya, tokoh-tokoh masyarakat, serta orang-orang yang dianggap mempunyai reputasi menafsirkan mimpi.Ketika para undangan telah berkumpul, yang terjadi selanjutnya Raja menceritakan perihal mimpinya. Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi." (Yusuf 43)Tidak ada satupun dari yang hadir dapat  memberikan jawaban yang memuaskan Raja. Mereka malah menganggap Raja terlalu berlebihan menanggapi mimpinya tersebut. Mereka mengatakan bahwa itu adalah mimpi yang biasa hadir sebagai bunga tidur yang tidak ada maknanya apa-apa. Dan mereka pun angkat tangan dengan permintaan Raja untuk mena'birkan mimpi tersebut (Yusuf 44).Seseorang tiba-tiba menyela, dia adalah abdi ndalem kerajaan, dia mengaku tahu tentang seseorang yang reputasinya menafsirkan mimpi tidak diragukan. Bahkan dia mengatakan, profesinya sebagai abdi ndalem sudah diramalkan orang tersebut sejak beberapa saat sebelumnya, lewat mimpi yang dialami oleh abdi ndalem tersebut. Orang yang dimaksud adalah Yusuf. Singkat cerita, Yusuf yang ketika itu masih dipenjara, dipanggil ke kerajaan untuk menghadap sang raja (Yusuf 45).Dengan lancar Yusuf menafsirkan, arti dari tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering adalah supaya penduduk kerajaan bertanam tujuh tahun lamanya sebagaimana biasa. Hasil panen tersebut setelah dikurangi secukupnya untuk makan, sebagian besarnya harus disimpan dalam kondisi yang masih menempel pada tangkainya. Hal ini dimaksudkan agar gandum yang dipanen bisa bertahan dengan kondisi baik dalam waktu lama.Mengapa sistem penggudangan demikian ini dilakukan? Karena kelak setelah masa tujuh tahun itu, akan datang tujuh tahun berikutnya di mana kerajaan dalam masa krisis. Dunia pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi Mesir mengalami gagal panen yang bertubi-tubi. Sungai Nil yang menopang irigasi pertanian Mesir tidak bisa berbicara banyak. Siklus iklim yang tidak normal dan dan serangan hama wereng diduga menjadi penyebabnya. Itu semua menjadikan pertanian Mesir lumpuh total, sehingga stok pangan tadi perlahan tapi pasti menjadi semakin menipis. Dan apabila gandum tidak disimpan dengan tangkaianya, bisa dipastikan lapuk atau membusuk (Yusuf  47-48).Kemampuan Yusuf menafsirkan mimpi yang demikian membuat Raja berdecak kagum. Sehingga membuat Raja ingin membalasnya dengan menawari Yusuf untuk dijadikan salah satu pejabat tinggi kerajaan. Bak gayung bersambut, Yusuf pun menerima tawaran tersebut. Setelah dilakukan tes wawancara, Yusuf memilih jabatan sebagai menteri koordinator perekonomian, yang tugasnya adalah menjaga stabilitas ekonomi dan stabilitas pangan. Sebuah jabatan strategis, karena jabatan itu memberikan wewenang kepada Yusuf keluar masuk dari kementrian satu ke kementrian yang lain. Melakukan kunjungan kerja dari satu daerah ke daerah yang lain. Termasuk juga melakukan operasi pasar, dari satu pasar ke pasar yang lain (Yusuf 54-56). Pilihan tersebut  seketika di-ACC oleh Raja, itung-itung sebagai antisipasi kalau-kalau krisis ekonomi benar-benar terjadi. Ada orang yang kompeten yang akan menanganinya.Benar juga, ternyata kelak dikemudian hari dalam krisi yang berkepanjangan, Yusuf terbukti mampu menjaga swasembada pangan. Rakyat mesir masih bisa makan walaupun ladang dan sawah mereka tidak memberikan hasil panen. Dan yang lebih hebat lagi, penataannya hanya dilakukan selama tujuh tahun. Bandingkan dengan Indonesia, negeri subur makmur yang sudah merdeka sejak 65 tahun lalu, ternyata untuk memenuhi kebutuhan beras, gula, kedelai, susu, daging, dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya masih harus impor.Keberhasilan Yusuf tersebut berangkat dari strategi yang sederhana, fadharuuhu fi sunbulihi (biarkanlah apa yang kamu tuai bersama tangkainya). Dalam konteks Mesir ketika itu, yang notabene menjadi daerah agropolitan karena ditopang dengan keberadaan sungai Nil, strategi sederhana ini menjadi sangat jitu. Tapi bagaimana kalau dikaitkan dengan konteks kita sekarang? Strategi tersebut setidaknya mengajarkan kita tiga hal. Pertama, dalam hal investasi jangka panjang. Seyogyanya kita berinvestasi pada sesuatu yang tidak 'membusuk'.Saya akan coba jelaskan, dalam ekonomi modern, kita mengenal adanya inflasi, yaitu penurunan nilai mata uang terhadap komoditas. Uang Rp. 6000,- yang saat ini bisa dibelikan 1 Kg beras, belum tentu tahun depan mendapat beras dengan jumlah yang sama. Masyarakat awam mengatakan harga-harga semakin naik. Gaji pegawai negeri saat ini semisal Rp. 2.000.000,- yang akan mengalami kenaikan 5% dua tahun yang akan datang, belum tentu ketika itu bisa dibelikan barang yang sama banyaknya dengan barang yang bisa dibeli oleh nilai gaji saat ini, yang belum mengalami kenaikan. Jadi walaupun tampaknya naik, tetapi substansi nilainya menurun.Nah, inflasi itulah yang mengakibatkan nilai mata uang mengalami 'pembusukan'. Tidak hanya rupiah, tapi juga dolar USA, pound sterling, yen, peso, dan mata uang lainnya juga mengalami pembusukan yang sama. Terbukti di nagara-negara asal uang tersebut juga terjadi apa yang dinamakan dengan inflasi. Apa sebabnya? Karena mata uang yang digunakan tersebut tidak mempunyai nilai instrinsik. Hakikat mata uang-mata uang tersebut hanyalah kertas yang dikasih angka. Sedangkan kertas yang dipakai uang itu sendiri, nilainya tidak sebesar nilai nominal yang tertera di atasnya.Berbeda dengan dinar yang bahannya adalah emas, atau dirham yang bahannya perak, dua mata uang yang terakhir kali pernah digunakan pada masa pemerintahan Islam Turki Usmani tersebut mempunyai nilai instrinsik. Satu dinar menggunakan bahan emas seberat 4,25 gr. Saat ini nilai satu dinar kira-kira Rp. 1.200.000,-. Kalau bahan emas yang digunakan untuk uang dinar tersebut dilebur, nilainya kurang lebih sama. Nilai mata uang yang mempunyai nilai intrinsik demikian yang tidak mengalami pembusukan. Karena buktinya, 1 dinar pada zaman Nabi SAW., empat belas abad yang lalu bisa digunakan membeli 1-2 ekor kambing, saat ini pun dengan satu dinar kita bisa mendapatkan kambing dengan jumlah yang sama.Namun karena tidak mudah mendapatkan dinar –meskipun ada-, maka pilihan investasi jangka panjang bisa kita alihkan pada komuditas lainnya, misalnya emas batangan atau yang bentuk perhiasan, properti, tanah, binatang ternak, atau bentuk benda riil lainnya. Dalam hal ini masyarakat tradisonal kita di desa-desa sudah benar dengan berinvestasi sapi, kambing, ayam, atau kerbau. Asalkan jangan berinvestasi jangka panjang dalam bentuk uang dengan jumlah besar. Kalau kita menabung Rp. 10 juta selama 5 tahun dengan bunga katakanlah 7%  pertahun, maka hitung-hitungan di atas kertas uang kita akan bertambah. Tetapi ingat, di Indonesia inflasi kita sudah mencapai 9% pertahun. Bila inflasi tersebut tidak mengalami kenaikan, maka nilai uang kita menyusut 2% pertahun.Kedua mengenai asuransi.  Dalam konteks zaman Yusuf, asuransi tersebut adalah jaminan bisa bertahan dalam kondisi krisis/ paceklik. Dalam konteks kita sekarang asuransi bisa bermacam-macam bentuknya; asuransi pendidikan, kesehatan, hari tua, kecelakaan, dll. Logika yang kita pakai dalam hal investasi jangka panjang juga berlaku untuk asuransi. Misalkan asuransi pendidikan, seorang ayah yang mempunyai anak usia 5 tahun ingin mempersiapkan biaya kuliah anaknya 14 tahun kemudian sejak dini. Lalu dia membeli produk asuransi seharga Rp. 50 juta, mengingat nilai tersebut sudah lebih dari cukup untuk ukuran tahun ini. Dia membayar preminya dengan memotong gajinya setiap bulan.Apa yang dilakukan ayah tersebut nampaknya sesuatu yang visioner. Tapi kalau ditelaah lebih lanjut, apa iya uang tersebut masih cukup untuk biaya kuliah 14 tahun yang akan datang?.  Mungkin akan lain ceritanya kalau dia menggunakan asuransi bukan dalam bentuk rupiah. Pikiran sederhananya, uang Rp. 50 juta lebih masuk akal bila dibelikan sapi, karena 14 tahun lagi sudah akan menjadi puluhan bahkan ratusan ekor sapi. Atau kalau tidak mau resiko, dibelikan emas saja, maka pasti 14 tahun yang akan datang harganya naik berkali-kali lipat. Dan itu jumlah yang lebih dari cukup untuk biaya kuliah. Sekali lagi, asuransi dalam bentuk uang kertas tidak senafas dengan prinsip fadharuuhu fi sunbulihi. Sehingga dia tidak bisa membirkan jaminan masa depan, karena nilainya yang terus membusuk.Ketiga, bahan pangan yang unggul adalah bahan pangan/ makanan yang bisa bertahan lebih lama. Ini bisa kita saksikan dengan mudah di sekeliling kita. Kalau kita pergi ke super market, ikan kalengan dalam bentuk sarden pasti lebih prestis dari ikan segar. Kopi yang ditumbuk secara tradisional di kampung-kampung tidak akan bisa masuk super market, karena di sana ada kopi sasetan yang lebih praktis dan awet. Susu bubuk kemasan harganya berkali-kali lipat dari susu segar. Demikianlah, umat Islam, khususnya yang bergerak dibidang makanan, harus terus berpikir bagaimana produk makanannya bisa lebih awet, tentunya dengan cara yang ma'ruf, alias tidak menggunakan zat-zat aditif yang merugikan kesehatan. Karena pemikiran membuat makanan lebih awet sudah ada sejak zaman Nabi Yusuf. Wallahu a'lam

13 Romadhon 1431 H/ 23 Agustus 2010.

Resensi Film : Prince of Persia

( Luphie Yess )
Sebuah film heroik, penuh intrik, dan menegangkan

Seorang raja diselamatkan oleh rekannya dari serangan binatang buas yang mematikan. Sejak saat itu sang raja mengangkatnya sebagai saudara sehidup dan mati. Rekan sang raja tadi pun mendapakan jabatan sebagai penasehat raja yang selalu mendampingi raja. Suatu ketika raja bersama rombongan dan sekaligus penasehatnya sedang dalam perjalanan kembali menuju kerajaan. Di tengah jalan ada seorang anak kecil yang tanpa sengaja melempar raja dengan sebutir buah yang mengakibatkan dia dihukum oleh beberapa prajurit karena ulahnya. Tiba-tiba datang seorang anak kecil yang menyelamatkannya dari hajaran prajurit kerajaan yang marah atas ulah anak kecil tadi. Prajurit segera mengejar anak kecil yang melepaskan salah satu orang hukumannya. Anak kecil penyelamat tadi dengan berani melawan beberapa prajurit  yang mengejarnya. Karena keberaniannya, ketika tertangkap dan dihadapkan kepada sang raja, sang raja tidak menghukumnya tetapi malah mengangkatnya sebagai putra dan menjadi pangeran kerajaan. Ketika anak ini menjadi dewasa, terbukti firasat sang raja saat itu benar, beberapa kali dia menjadi pahlawan bersama dengan dua orang saudara lainnya. Bahkan secara ajaib berhasil menyelamatkan raja dan kerajaannya.
Alkisah pangeran yang diangkat putra oleh raja bernama Dastan. Dastan dalam penyerangannya kepada salah satu kota suci menemukan sebuah pisau yang bisa menjadi tombol untuk kembali ke masa lalu bila ditancapkan pada deposit pasir yang tersimpan di dasar bawah tanah istana kota suci. Pisau yang masih menjadi misteri bagi Dastan selalu dibawa kemanapun dia pergi. Sementara sesudah penyerangan terhadap kota suci sang raja marah dan memanggil putra pangeran pertama dan mempertanyakan keputusannya untuk menyerang kota suci.
Sesuai dengan informasi dan bukti yang diajukan oleh penasehat kerajaan sang pangeran mempertanggungjawabkan keputusannya. Namun raja tidak puas. Kemudian secara dramatis raja diracun dengan jubah sutra yang dipakaikan oleh Dastan. Raja meninggal dan Dastan melarikan diri sebagai buron kerajaan. Dengan pertolongan putri penguasa kota suci, Dastan secara ajaib mampu mengembalikan kerajaan dan kehidupan sang raja dengan menggunakan pisau pelatuk ke masa lalu.
Kemudian terbukti bahwa pembunuhan terhadap raja dan penyerangan kota suci adalah intrik dari penasehat kerajaan agar dapat kembali ke masa lalu dengan menguasai kota suci dan memanfaatkan pisau ajaib pelatuknya. Ternyata sang penasehat merasa menyesal dan ingin kembali kepada masa lalu ketika dia menyelamatkan sang raja. Dia berkehendak membiarkan raja mati dan sehingga dia menjadi raja selamanya. Namun dengan keberanian dan ketangguhan Dastan upaya penasehat kerajaan menjadi tidak berhasil, dan seperti ending dari film-film heroik lainnya kebaikan menjadi pemenang daripada perilaku culas dan penuh intrik seperti yang dilakukan oleh sang penasehat kerajaan.

Perjalanan Intelektual Nabi Musa

M. Fathoni Mahsun
Nabi Musa adalah salah satu dari sedikit nabi yang diberi kesempatan Allah SWT menjalani proses pencerahan intelektual. Pencerehan intelektual pertama terjadi pada Nabi Adam. Insya Allah pada edisi-edisi berikutnya juga akan diceritakan proses intelektualisasi nabi-nabi yang lain. Yang menarik, masing-masing pencerahan intelektual yang terjadi pada beberapa nabi khusus, mempunyai pola dan konteks yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan zamannya masing-masing.Proses intelektualisasi Nabi Musa terjadi ketika bertemu dengan Nabi Khidir. Proses tersebut terjadi bukan karena nabi Musa dianggap masih belum mengerti, tapi justru sebaliknya ketika Musa berada pada kualitas SDM paling puncak. Ada tiga hal setidaknya yang bisa dikemukakan untuk memperkuat argumen bahwa sebelum bertemu Nabi Khidir Musa bukanlah orang bodoh. Pertama, ketika dia melakukan debat terbuka, atau adu argumen tentang Ketuhanan dengan orang nomor satu di Mesir, Fir'aun beserta para kabinetnya. Di depan Fir'aun, Musa yang awalnya grogi (Thaha, 24-28) lalu pelan-pelan menghimpun keberanian memproklamirkan diri sebagai duta Allah SWT (al-A'raf 104).Sudah begitu, Musa juga meminta Fir'aun untuk mengakui Tuhan yang mengutusnya itu sebagai Tuhan Fir'aun juga (al-A'raf 105). Bagaimana ini bisa terjadi, Musa yang pernah menjadi anak asuhnya (Assyua'ra' 18) berani 'sekurang ajar' itu pada orang yang juga ingin dianggap Tuhan. Musa jelas-jelas melecehkan eksistensi ketuhanan Fir'aun. Tidak cukup sampai di situ, Musa juga pamer bukti bahwa dia benar-benar sedang membawa mandat kerasulan dari Allah SWT. Karena kepercayaan dirinya yang merasa membawa mandat kerasulan tersebut, Musa mengultimatum Fir'aun untuk melepaskan Bani Isra'il yang telah ditawannya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.Merasa dipecundangi oleh anak kemarin sore, Fir'aun pun tidak terima. Dia minta ditunjukkan bukti yang dibawa Musa, untuk kemudian diadu dengan kesaktian dari pihaknya (al-A'raf 106). Siapapu orangnya, kalau dia berani melakukan debat terbuka dengan pimpinan tertinggi Negara, pastilah dia bukan orang sembarangan, apalagi orang bodoh, apalagi kalau itu menyangkut citra diri yang sudah dibangun Fir'aun sejak berpuluh-puluh tahun. Kita pun kalau menyangsikan terpilihnya bupati atau gubernur, masih pikir-pikir kalau mau ngomong "Hei, keterpilihanmu inkonstitusional, tidak sesuai dengan hukum yang berlaku." Mereka pasti didampingi penasehat-penasehat hukum yang pandai berdebat.Kedua, Musa telah mempunyai massa. Massa yang dimaksud adalah dari etnis Bani Israil. Ketika itu Musa meng-advokasi bani Israil dari imperialisme Fir'aun (al-A'raf 129). Dengan tingkat penindasan yang sudah di luar batas. Fir'aun menitahkan membunuh setiap anak laki-laki yang lahir tanpa boleh ada yang terlewat (al-A'raf 127). Tujuan pragmatis Fir'aun atas tindakan itu agar kelak tidak ada yang merongrong kekuasaan dinastinya. Tapi dampak di luar itu sungguh luar biasa, karena sekaligus berakibat memandulkan regenarasi etnis Bani Israil. Kalau hanya perempuan saja yang ada, mana bisa sebuah masyarakat melakukan regenarasi. Paling-paling hanya akan menjadi obyek kekerasan seksual Fir'aun dan anak buahnya.Kekerasan demikian mungkin hanya bisa disejajarkan dengan tindakan Hitler atas penumpasan bangsa Yahudi di abad lalu. Advokasi pada masyarakat demikian tentunya tidak bisa dilakukan oleh orang sembarangan. Advokatornya setidaknya harus punya kecerdikan, nyali, kepekaan sosial tinggi, dan mental baja. Itulah Musa. Musa berhasil mengorganisir Bani Israil hingga tumbuhlah kepercayaan dirinya untuk mengemukakan pendapat (al-A'raf 138). Perjuangan Musa membela Bani Israil mungkin mirip dengan Mahatma Gandhi yang memerdekakan rakyat India dari penjajahan Inggris, dengan Cheguivara yang memperjuangkan rakyat Cuba dan Amerika Latin dari penjajahan Amareka Serikat, serta dengan Nelson Mandela yang memerdekakan rakyat Afrika Selatan baru-baru ini.Ketiga, Musa telah dibekali Taurat (al-A'raf 142-145). Perlu diketahui, Taurat adalah kitab suci pertama yang diberikan Allah SWT kepada manusia, dan hanya ada empat orang yang mendapat kitab suci serupa. Maka pastilah empat orang tersebut merupakan orang-orang terbaik sepanjang kesejarahan manusia. Sebelum menarima Taurat, Musa terlebih dahulu menjalani diklat. Diklat ini digambarkan sebagai diklat yang sistematis karena dilakukan dalam waktu yang terprogram dengan jelas, yaitu 40 hari (al-A'raf 142). Peristiwa ini sebenarnya adalah perjalanan intelektual pertama Nabi Musa.Setelah melalui track record demikian, Allah rupanya masih menganggap Musa perlu menjalani Diklat lanjutan. Maka dengan mekanisme-Nya, dikondisikanlah Musa untuk bisa menjalani Diklat lanjutan itu. Kali ini tentor yang ditunjuk adalah Nabi Khidhir (Kahfi 65-66). Mengawali pembelajarannya, Khidhir mengajukan syarat yang aneh untuk ukuran dunia pendidikan dan pelatihan. Musa tidak boleh menanyakan sesuatu apapun sebelum Khidhir menjelaskannya sendiri (Kahfi 70). Benar saja, bersama Khidhir, Musa menghadapi keganjilan demi keganjilan.Pertama-tama, pada suatu pelayaran Musa mendapati Khidhir melobangi kapal yang sarat penumpang. Perilaku ini tidak bisa membuat Musa tinggal diam, dia meminta penjelasan, kenapa Khidhir melakukan perbuatan konyol itu. Bukankah akan fatal akibatnya, seluruh penumpang akan hanyut, termasuk mereka berdua. Protes Musa tersebut membentur ruang kosong, karena Khidhir tidak mau menjawab. Malah sebaliknya Khidhir mengatakan, kamu lupa janjimu di awal (Kahfi 71-72).Lalu keganjilan berikutnya terjadi, Khidhir sekonyong-konyong membunuh seorang anak kecil yang tidak berdosa. Di mata Musa yang seorang Nabi, perbuatan membunuh orang lain jelas tidak bisa dibenarkan, kalau orang lain tersebut tidak melakukan kesalahan yang seimbang, misalkan karena dia juga membunuh. Lagi-lagi Musa protes, dan lagi-lagi Khidhir mempunyai jawaban yang sama. Musa tersadar bahwa dia kembali melanggar persyaratan. Dia pun mengatakan ini protes terakhir kali. Kalau setelah ini protes lagi, maka disudahi saja pembelajarannya, karena berarti dia tidak lulus (Kahfi 74-76).Selanjutnya, ketika mereka berdua melanjutkan perjalanan, sampailah pada suatu pemukiman penduduk. Karena energi sudah terkuras habis, mereka mencari makanan kesana-kemari, tapi ternyata tidak ada toko makanan, food court, pedagang kaki lima, atau sejenisnya yang menjual sesuatu untuk mengganjal perut dan menghilangkan dahaga. Akhirnya mereka memberanikan diri untuk meminta belas kasihan pada penduduk. Malangnya, tidak seorangpun yang merasa iba dengan kondisi mereka yang telah melakukan perjalanan jauh. Semua penduduk daerah tersebut bersikap dingin terhadap dua orang asing itu (Kahfi 77), entah karena solidaritas sosialnya rendah atau karena curiga.Dengan kondisi prihatin seperti itu, tiba-tiba Khidhir mendirikan tembok yang hampir rubuh. Dalam pandangan Musa, jerih payah itu merupakan kesempatan untuk meminta imbalan. Ketika menyampaikan pemikiran tersebut, serta merta Khidhir memberikan ultimatum pada Musa, bahwa dengan berkata demikian, semuanya telah berakhir. Tidak ada lagi perjalanan intelektual di antara mereka berdua.Dalam penjelasannya kepada Musa (Kahfi 79-82) Khidhir mengajarkan, hendaknya dalam minilai sesuatu jangan hanya mempertimbangkan hal yang kasat mata saja. Karena di dunia ini banyak sekali terjadi fatamorgana. Apa yang tampaknya perbuatan jelek, belum tentu merupakan kejelekan pula dalam hakikatnya, demikian juga sebaliknya. Mata hati harus rajin-rajin dilatih agar bisa menjadi sumber pengetahuan dan sumber inspirasi untuk panduan melakukan tindakan. Karena memahami sesuatu haruslah dengan kesadaran (mata hati), bukan dengan prespektif indrawi belaka (al-Hajj 46). Menemukan orang yang sudah lihai menggunakan mata hati –sebagaimana Khidhir- adalah cara cepat mendayagunakan mata hati. Pada pelajaran intelektual tingkat tinggi ini, ternyata Musa yang seorang Nabi tidak lulus. Namun toh demikian dia menjadi orang yang tercerahkan. Dan pada perjalanan berikutnya, dia masuk nominasi lima orang sebagai nabi khusus yang bergelar ulul azmi. Demikian Wallahu a'lam.Rabu, 8 Romadhon 1431 H/ 18 Agustus 2010

Senin, 06 September 2010

PUASA SEBAGAI EMBRIO PERUBAHAN SOSIAL

oleh Komunitas Budaya Sanggar Kata pada 13 Agustus 2010 jam 1:23
oleh : M. Luthfi Aziz
Sepintas lalu puasa yang wacananya didominasi oleh agama seolah-olah bernuansa spiritual semata, namun banyaknya laporan penelitian ilmiah yang mengungkap dampak puasabagi kesehatan menunjukkan bahwa puasa juga memiliki dimensi material bagi kesehatanfisik dan mental manusia. Puasa yang diperintahkan agama bagi manusia (karenahanya manusia yang beragama) ternyata tidak hanya dalam ajaran Islam saja.Dalam beberapa ajaran agama yang lain juga "disyariatkan"berpuasa pada waktu-waktu tertentu. Puasa memiliki dimensi material, moral danspiritual yang menjadi dimensi tak terpisahkan dari kehidupan.
Puasa yangberarti menahan lapar dan dahaga merupakan penampakan lahiriyah dari hakikatpuasa, sedangkan secara fungsi puasa mengontrol hasrat mental untuk sabar,tabah dan konsisten. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menyatakan bahwamungkin seorang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa selain dari kelaparandan kehausan. Implisit hadits tersebut selain puasa lahir semestinya juga puasabatin yang menjadi esensi dari puasa. Dus seorang yang berlapar dan dahagaselama 12 jam belum tentu mendapat pahala dari puasanya, alangkah meruginyamodel puasa yang demikian. Puasa tidak hanya mementingkan aspeklahiriyah-rukniyahnya saja, lebih dari itu puasa menuntut perubahan mental,sikap, dan perilaku ke arah yang lebih baik.
Perintahagama untuk menahan lapar dan dahaga bisa saja dimaknai secara tekstual, yaitumenahan lapar dan dahaga yang disertai niat puasa dalam durasi waktu yang telahditentukan, akan tetapi bagi mereka yang ulilalbab (orang-orang yang menggunakan akalnya) akan berpikir bahwa tidakmungkin Tuhan atau agama memerintahkan umatnya begitu saja untuk lapar dandahaga. Di balik itu pasti ada pesan tersembunyi yang bisa diurai dengankemampuan analitis yang dimilikinya.
Sikapmerayakan lapar dan dahaga hanya akan habis ketika peluit panjang atau bedugmaghrib bertabuh, perut akan terisi lagi dengan makanan pilihan dan dahaga akandibasahi dengan sejumlah minuman yang tersedia di meja makan. Sikap yangmenunjukkan akal berhenti memikirkan mengapa harus berlapar dan berdahagaselama seharian penuh terhapus dengan keserakahan untuk menikmati sejumlahhidangan di meja makan.
Salah satusifat manusia adalah rasa ingin tahu yang kuat, dan karena itu diantaranyadilakukan penelitian tentang puasa. Tujuan dari penelitian adalah untukmengungkap dimensi lain puasa daripada dimensi "diwajibkannya puasa". Hasilnyapenelitian medis menunjukkan bahwa puasa tidak merugikan kesehatan malahsebaliknya memberikan manfaat kesehatan. Penelitian psikologis menunjukkanbahwa dengan puasa mentalitas dan emosi bisa semakin membaik. Dan puasa sebagaiobyek penelitian juga masih membuka peluang untuk dilakukan penelitian terhadapnya,akan tetapi yang perlu dicatat belum ada satu pun penelitian yang menunjukkandampak negative dari puasa.
Puasa memangharus menahan lapar dan dahaga serta berbuka pada waktunya, melebihi waktu yangdiberikan dapat berakibat berlebih-lebihan dan mengurangi keutamaan berpuasanyaseseorang. Ini adalah rukun lahiriyah puasa yang mesti dijalani oleh shoim (seorang yang berpuasa). Sehingga jika rukun ini telah dijalanimaka seseorang dapat dikatakan purna berpuasanya dari fajar shodiq sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi puasasebenaranya bisa dikatakan bukan saja olah lahir melainkan juga olah batin yangdilakoni seorang shoim.
Pemahamanpuasa yang hanya akan merayakan lapar dan dahaga saja tidak akan efektif untukmenilai tingkatan puasa seseorang, diperlukan instrument lainnya untuk menentukanapakah puasa seseorang menjadi lebih baik dan berhasil melalui ujian puasa yang"diciptakannya" sendiri. Dan untuk ini tidak perlu seseorang menilai orang lainapakah puasanya berhasil atau tidak. Artinya seseorang dapat menilai dirinyasendiri apakah puasanya hanya untuk lapar dan dahaga saja ataukah bermaknalebih.
Puasa daridimensi olah batin dapat dimaknai misalnya dengan menahan emosi sebaik-baiknyaselama puasa, menahan diri dari sifat nafsu tamak dan serakah, menahan diridari berbuat curang, menahan diri dari menggosip, menahan diri dari berbohong,menahan diri dari iri hati, menahan diri dari rasa permusuhan, menahan diridari mementingkan diri sendiri, menahan diri dari berburuk sangka kepada Allahdan orang lain, menahan diri dari kemalasan dan sebagainya.
Sebaliknyaberpuasa adalah berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan progresivitas sertaprestasi diri di hadapan Allah dan dunia. Segala kebajikan dilakukan denganringan dan penuh keikhlasan misalnya dengan menuntut ilmu melalui majlistaklim, memperbanyak dzikir, memperbanyak shodaqoh (harta, ilmu atau tenaga), meningkatkansifat amanah, meningkatkan kesabaran dan ketabahan di dalam menghadapirintangan dan meraih cita-cita, bekerja keras dengan penuh profesionalisme, membukahati terhadap kebaikan-kebaikan yang bisa diraih, mudah memaafkan, dansebagainya.
Dengan mengaplikasikan puasa sebagai ibadah yangmembutuhkan olah lahir dan olah batin bukan tidak mungkin akan mewujudkan individu-individumasyarakat yang berkualitas duniawi dan ukhrawi. Sebaliknya jika puasa dimaknaisecara lahiriyah saja maka berharap perubahan pada diri sendiri saja akanmenjadi sulit, apalagi perubahan masyarakat, dan perubahan social?. So, marilahmulai dari diri sendiri seperti nasehat Rasulullah Muhammad SAW. "Ibda' binafsik" yang berarti mulailahdari diri sendiri. Wallahu A'lam.


Anak Bertanya Pada Bapaknya
By Bimbo
Lyric By TaufikIsmail
ada anak bertanyapada bapaknyabuat apa berlapar-lapar puasa ada anak bertanya pada bapaknyatadarus tarawih apalah gunanya
lapar mengajarmu rendah hati selalutadarus artinya memahami kitab sucitarawih mendekatkan diri pada Ilahi
lihat langit keanggunan yang indahmembuka luas dan anginpun semerbaknafsu angkara terbelenggu dan lemahulah ibadah dalam ikhlas sedekah

Gosip Tentang Aisyah Istri Nabi

M. Fathoni Mahsun (Pegiat Komunitas Sanggar Kata)
Bagaimana jadinya kalauperempuan terhormat yang bergelar ummul mu'minin –sebuah gelar yang Khodijahpun tidak menyandangnya-, istri Nabi ditempa gosip? Apalagi gosipperselingkuhan. Pasti sangat heboh, untung saja ketika itu belum adainfotainment. Tak tanggung-tanggung, saking menggemparkannya berita tersebutsampai-sampai al-Qur'an menyediakan 16 ayat untuk memberitakan dan menanggapinya(an-nur 11-26).
Berawal dari keikutsertaan Aisyah, berdasarkanundian yang diadakan antara istri-istri Nabi,dalam perang pada bulan sya'ban 5 H, antara kaum mu'minin dengan BaniMushtaliq. Selepas perang rombongan kaum mu'minin berhenti pada suatu tempat.Mengetahui rombongannya berhenti, Aisyah keluar dari tandunya untuk suatukeperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasakalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombonganberangkat dengan persangkaan bahwa Aisyah masih ada dalam tandu. Setelah Aisyahmengetahui tandunya sudah berangkat, dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan tanduitu akan kembali menjemputnya.
Kebetulan, lewat di tempatitu seorang sahabat Nabi, Shafwan ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorangsedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahiwa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" Aisyah terbangun. Lalu diadipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun untasampai mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat merekamembicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus.Kemudian kaum munafik membesar-besarkannya, maka fitnahan atas Aisyah r.a.itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaummuslimin.
Kegoncangan demikian tentunya sangat pelik sekali,khususnya bagi Nabi SAW. Karena menohok wilayah yang paling sensitif darikehidupannya. Maka wajar saja kalau beliau shok dan serba salah. Allah kemudianmengambil inisiatif. Pertama, Allah memberikan semacam informasi intelejen,tentang siapa yang berperan sebagai bubble blower (penghembus isu)–kayak Susnoduadji aja-, sekaligus memberikan advice agar tidakburu-buru berpikiran negatif. Selain itu Allah juga menyatakan bahwa Beliausendiri yang akan menindak para pelakunya (an-nur:11, 23-25).
Rupanya, prasangka negatif ini juga mewabah padaorang-orang dekat Nabi. Mereka tidak sigap bersikap, misalnya segeramenunjukkan keberpihakkanya dengan mem-back-up Aisyah. Semuanya jadiserba salah dan bingung mau melakukan apa. Sampai-sampai al-Qur'an menegororang-orang Nabi karena tidak ada yang berani dengan tegas mengatakan "Hai!!,ini hanya gosip murahan belaka," (an-nur:12).
Lalu al-Qur'an kembali mengingatkan tentang Standart Operational Prosedur (SOP) yangharus dilakukan manakala menghadapi kasus yang berkenaan dengan penebasan hakasasi manusia atau pembunuhan karakter. SOP tersebut berlaku sama untuk semuaorang, mulai dari mereka yang diidentikkan dengan dunia malam sekalipun, sampaipada ibu negara. Apa itu? Datangkan empat saksi (an-nur:13). SOP ini seakanmengatakan, tidak mudah menuduh orang berbuat zina. Walaupun dengan haqqulyakin anda melihatnya sendiri, tapi itu tidak cukup, harus mendatangkan tigasaksi lagi. Kalau tidak bisa, anda yang seorang harus sanggup bersumpah atasnama empat orang, sebagai gantinya. Kemudian ditambah satu sumpah lagikesanggupan menerima laknat kalau tuduhannya palsu (an-nur:6-7). Celakanyahukum yang berlaku dimasyarakat kita, terlalu mudah menghakimi seseorang yangbelum tentu melakukannya, gara-gara termakan isu yang belum tentu benar.
Demikianlah bagaimana upaya Islam melindungihak-hak asasi manusia. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, persebaran isu itusudah tak terbendung, sehingga jadilah ia konsumsi publik. Sampai-sampaikalangan dalam pun ikut membicarakannya (an-nur:15), hingga datanglah pembelaandari Allah yang mengabarkan bahwa itu semua bohong. Namun kejadian ini menjadipembelajaran, tentang bagaimana seorang mu'min bersikap manakala menghadapigosip, tudingan tidak sedap pada seseorang, serta berita-berita yang belumjelas kebenarannya.
Seorang mu'min harus bersikap ilmiah, denganmelakukan dua hal: pertama, tidak gampang percaya sebelum mendengar dari empatsaksi, tiga orang yang menyaksikan secara langsung pun belum cukup. Sebuahsyarat yang sangat sulit dipenuhi. Kedua, harus jaga jarak dengan tidakmelibatkan diri menyebarkan isu tersebut. Kalau ada isu demikian datang, sikap kita adalah"sekali-kali tidak pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha suci engkau (yaTuhan kami), ini adalah dusta yang besar," (an-nur:17).
Dengan datangnya pembelaan dan penjelasan gamblangdari Allah tersebut, menimbulkan reaksi keras dari Abu Bakar. Dia bersumpahsekali-kali tidak memberikan nafkah pada keluarganya, serta memberikan santunanpada orang-orang yang membutuhkan, kalau mereka terbukti terlibat menyebarkanisu yang mencoreng kehormatan keluarga Nabi itu. Dapat dibayangkan bagaimana down-nya Nabi yangselama ini mendakwahkan kebaikan, ternyata dikondisikan tidak mampu mendidikistrinya sendiri. Juga alangkah tersiksanya batin Aisyah, dituduh melakukansesuatu yang dia tidak melakukannya. Dengan tersebarnya isu itu mana beraniAisyah keluar rumah, misalnya untuk belanja kurma atau beli gandum.Memperhatikan dampak yang luar biasa inilah kira-kira sikap Abu Bakar tersebutbermuasal.
Namun Allah dengan segera meng-counter sikap AbuBakar. Janganlah Abu Bakar bereaksi demikian, memaafkan dan berlapang dadaadalah lebih baik, toh permasalahan sudah beres (an-nur: 22). Lagi-lagi Allahmendidik hambanya untuk selalu bisa mengendalikan diri dalam kondisiseemosional apapun. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Wallahua'lam
1 Romadhon 1431H/ 11 agustus 2010

Jombang Kota Santri yang Tidak Didukung Budaya Islami

oleh Komunitas Budaya Sanggar Kata pada 10 Agustus 2010 jam 14:44
M. Fathoni Mahsun*)

Jalan-jalanlah ke Jogja, maka anda akan merasakan aura Jogja sebagai kota budaya yang demikian kental. Aura ini tercermin dari mulai bentuk tiang lampu penerang jalan, desain andong yang berseliweran diseputaran kota, seniman-seniman dipinggir jalan malioboro, komunitas-komunitas teater di kampus-kampus, sampai pada keberadaan kraton serta situs-situs budaya lainnya. Semuanya berpadu selaras menyampaikan pesan kebudayaan.
Mengapa mainstrem Jogja sebagai kota budaya demikian kuat? Apakah semata-mata karena terdapatnya keraton? Nanti dulu, jangan terburu-buru mengatakan ya, karena kita tahu bahwa di daerah lain di Indonesia juga terdapat keraton, tetapi tidak menebarkan aura kebudayaan sebagaimana di Jogja. Faktor petingnya tidak lain adalah adanya kesadaran steak holder Jogja untuk menjadikan potensi yang dipunyainya –keberadaan situs-situs budaya- menjadi semakin ’berbunyi’. Keseriusan untuk mengembangkan Jogja sebagai kota budaya itu setidaknya terlihat pada kata ’Jogja’ yang dijadikan sebagai ikon untuk kepentingan kebudayaan atau pariwisata. Karena nama resminya sebenarnya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (pakai ’Y’ bukan ’J’).
Yang ingin saya katakan adalah, antara Jogja dan Jombang sebenarnya ada kesamaan dalam hal, bahwa Jombang juga mempunyai situs-situs cagar seperti situs-situs cagar yang dimiliki Jogja. Bedanya kalau di Jogja berupa keraton, sedang di Jombang berupa pesantren-pesantren yang tersebar di seantereo kota, baik besar maupun kecil. Kalau potensi ini tidak dihidupkan, maka pesantren-pesantren tersebut menjadi ’barang mati’ dalam kaca mata budaya.
Kita sepakati dahulu, bahwa ketika ngomong pesantren, bukan dalam artian pesantren secara mikro. Tetapi pesantren yang menjadi satu kesatuan dengan Jombang, sehingga membuatnya mempunyai brand image sebagai kota santri. Dengan demikian, kalau ingin mengembangkan pesantren bukan sekedar tempat menuntut ilmu agama, maka steak holder yang dilibatkan tidak terbatas kalangan ndalem pesantren saja. Steak holder tersebut bisa diperluas menjadi pemerintah kabupaten, insan pendidikan, pekerja seni, industri, UMKM, politikus, sampai pada organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada.
Gerakan menggugah kesadaran perlu terlebih dahulu dilakukan, yaitu kesadaran bahwa imej kota santri perlu lebih ’dibunyikan’ agar menjadi daya tarik yang lebih besar, sehingga kelak orang yang berduyun-duyun ke Jombang akan lebih banyak dari yang saat ini berduyun-duyun ke makam Gus Dur. Lihat! betapa makam Gus Dur –sebagai salah satu situs di Jombang- tersebut ternyata mampu memberi makan banyak orang. Fenomena ini menjadi pelajaran tersendiri pada kita sebagai masyarakat Jombang, untuk melakukan pengembangan-pengembangan.
Ya, kata kuncinya adalah kota santri. Ikon tersebut sementara ini terbangun semata-mata karena keberadaan puluhan pesantren yang ada di Jombang. Selain itu, tidak. Coba kalau definisi kota santri kita perluas, tidak hanya tempat berkumpulnya para santri untuk menuntut ilmu agama saja, tetapi menjadi -misalnya- wilayah berkumpulnya manusia yang menjalankan aktifitas kehidupannya sesuai dengan budaya Islami. Nah, budaya Islami kan mempunyai cakupan yang luas; pergaulan, perniagaan, perhatian terhadap kaum dhuafa’ (baca: kaum marjinal), politik, sampai pada aktifitas berkesenian. Intinya, bisa nggak Jombang menjadi laboratorium tempat memformulasikan konsep-konsep kehidupan ke- Islaman?.
Sampai di situ memang terdengar abstrak, karena kita belum mendapatkan bentuk konkritnya. Untungnya di Jombang sudah ada beberapa serpihan kecil, yang bisa dijadikan pijakan pengembangan budaya Islami. Serpihan-serpihan tersebut diantaranya: pertama, pengajian Padang mBulan asuhan Cak Nun, yang diselenggarakan di Menturo Sumobito. Pengajian ini selalu didatangi oleh pengunjung dari luar kota, juga dari Jombang sendiri. Rangkaian kegiatannya adalah pencerahan keagamaan dengan tafsir al-Qur’annya, orasi budaya, serta pagelaran seni musik kontemporer.
Kedua Mahabbaturrosul yang diselenggarakan di Desa Sumber Mulyo Jogoroto, walaupun momentumnya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, tapi catatan terpenting dari kegiatan yang selalu menyedot perhatian media massa ini adalah, merupakan modifikasi budaya untuk mengentaskan kemiskinan. Karena dalam peringatan yang dibungkus lomba-lomba dan karnaval yang diselenggarakan dalam kurun waktu satu bulan penuh tersebut juga diselenggarakan acara pelelangan. Barang-barang yang dilelang merupakan sumbangan masyarakat sekitar, mulai dari jagung, padi, meja, kursi, kambing, al-Qur’an langka, sampai sorban kyaidigunakan untuk memperbaiki rumah-rumah penduduk yang tidak layak.
Ketiga adalah nikah masal di pesantren al-Muhibbin Tambak Beras, kegiatan ini diadakan setiap bulan Rajab. Catatan penting dari kegiatan yang dibungkus peringatan rojabiyah-an ini adalah even pernikahan massal. Yaitu kepedulian dari penyelenggaranya memfasilitasi pernikahan pasangan-pasangan yang kurang beruntung secara ekonomi. Menurut penulis, kegiatan yang sudah diselenggarakan bertahun-tahun ini lebih hebat dari peringatan grebek suro yang ada di Jogja atau di Solo. Karena ritual menikah sudah tentu lebih mengusung nafas ke-Islaman dari pada mengarak kerbau bule atau memperebutkan sesaji. Sayangnya kegiatan tersebut tidak mendapat sorotan media sehebat peringatan grebek.
Keempat kegiatan Cinta Alam Indonesia, diselenggarakan oleh LDII di bumi perkemahan Kesambiwojo Wonosalam, setiap akhir tahun pelajaran sekolah. Kegiatan tersebut walaupun tidak pernah kita dengar tetapi mampu mendatangkan orang dari berbagai penjuru daerah di Indonesia, bahkan sampai dari luar negeri. Menempati lahan perkemahan permanen dengan luas kira-kira sepuluh hektar lebih. Catatan penting dari kegiatan ini adalah mengajak pesertanya berdialog dengan alam semesta, mentafakurinya sehingga memunculkan kecintaan terhadap alam.
Keempat hal tersebut –setidaknya yang bisa ditemukan penulis- merupakan kegiatan yang mampu memenuhi definisi Islami, karena digali dari khazanah ke-Islaman. Padang mBulan dengan pengajian plus kegiatan keseniannya, Mahabbaturrosul dengan usahanya mengentaskan kemiskinan, peringatan rojabiyah di Muhibin dengan kesediannya memfasilitasi pernikahan orang-orang tidak mampu, serta CAI dengan usahanya mencintai alam semesta buatan Tuhan. Ini semua luar biasa, dan menjadi tonggak penting yang harus diperhatikan apabila ingin menandaskan ikon Jombang sebagai kota santri. Tiga hal yang bisa dijadikan ukuran, kegiatan-kegiatan tersebut mampu menampilkan Islam dalam konteks yang lebih bermakna, sudah teruji oleh waktu, dan mampu menyedot perhatian massa dalam jumlah besar.
Maka ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Islami di kota santri. Pertama, melahirkan produk budaya baru, sebagaimana pernah lahirnya ludruk dan besutan di Jombang. Tetapi ini tidak mudah, karena memerlukan inspirasi raksasa yang diperas dari ceruk-ceruk jantung kebudayaan. Kedua, membuat even-even yang ditumpangi nilai-nilai ke-Islaman, sebagaimana empat contoh di atas. Inilah yang paling mungkin dilakukan, karena kita masih belum mampu melakukan -misalnya- festival perbankan syariah, atau kegiatan-kegiatan lain yang lebih berat dan lebih sejalan dengan arus kemajuan. Semoga menjadi inspirasi.